Jumat, 25 Februari 2011

The Love For Happy Together Part.1

Masa-masa SMA adalah masa-masa yang indah. Memiliki dua sahabat yang disayanginya begitu juga kisah cintanya. Tidak ada yang menyangka akan ada yang jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri. Namun kadang penampilan buruknya yang menghalangi rasa keberaniannya untuk mengungkapkan perasaannya terpaksa dia memendamkannya. 2 tahun telah berlalu. Penampilan dulunya yang buruk, agak gendut, sedikit hitam, dan berkaca mata tebal. Selama 2 tahun terus berjuang untuk perubahan dirinya. Kini dia berhasil mengurangi berat badannya hingga terlihat langsing. Luluran dan mandi susu yang teratur hingga berhasil memutihkan kulitnya, kacamata tebalnya diganti dengan lensa kontak. Dan juga dia berusaha belajar mati-matian agar dia diterima Universitas terkenal. Bukan karena kualitas Universitas yang bagus itu diincarnya tetapi karena ada cinta pertamanya yang juga mendaftar disana. Dan akhirnya, dia pun berhasil diterima disana. Kini tinggal satu harapan yang harus diwujudkannya. Yaitu mengungkapkan perasaannya kepada cinta pertamanya.

Supir taksi menyadarkan seorang gadis yang sedang melamun memikirkan masa lalu.

”Nona. Sudah sampai Nona? Nona!”panggil supir taksi itu. Gadis itu pun langsung menyadarkan dirinya.

”Oh. Sudah sampai ya? Ini uangnya.” Gadis itu menyerahkan beberapa lembaran won sambil turun bersama kopernya dari taksi. Dia pun memandang bahagia. Dan takjub melihat kemegahan Universitas tersebut.Ternyata dia tidak sia-sia mendapatkan beasiswanya.

”Wah…. Indah sekali tempatnya.” Gadis itu mengagumi seluruh pandangan universitas itu. Bunga-bunga sakura masih bermekaran hingga satu bunga pun tertancap di kepala gadis itu. Gadis itu pun mengambil bunga diatas kepalanya. Dan tersenyum melihatnya.

”Rava. Tunggu aku. Dina akan segera mengungkapkan perasaannya selama 3 tahun.” Gadis yang bernama Dina itu pun menyimpan bunga sakura di buku yang dibawanya. Lalu dia kembali memasukkan bukunya ke dalam tas. Dan langsung mencari kelasnya.

Dina berhenti di depan taman. Terlihat seorang gadis sedang sibuk mengambil kertas-kertasnya yang berterbangan. Rupanya angin disana cukup kuat. Dina langsung menghampiri gadis itu dan membantu memungutnya.

”Terima kasih telah membantuku.”ucap gadis itu setelah berhasil mengumpulkan semua kertas kembali.

Dina menyerahkan lembaran terakhir sambil tersenyum.

”Sama-sama. Rupanya angin disini cukup kuat ya?”

”Iya. Oh iya, kenalkan namaku Layla. Layla. Namamu siapa?”tanya Layla sambil mengulurkan tangannya.

Dina menyambutnya,

”Namaku Dina. Dina.” mereka pun berjabat tangan.

”Kau mengambil jurusan apa?”tanya Layla.

”Ekonomi.”

”Hah? Ekonomi? Berarti kita sekelas dong.” Layla terlihat senang.

”Benarkah?”

Layla langsung melihat lembaran kertasnya yang isinya merupakan nama-nama pembagian kelas jurusan ekonomi.

”Dina… Dina… Ah ketemu! Iya, kau sekelas denganku. Coba lihatlah.” Layla menyodorkan kertasnya. Dina pun memeriksanya.

”Kau benar. Kita sekelas.”

Dina pun ikut senang melihatnya. Layla melihat koper yang dibawa Dina.

”Kau mau kemana? Membawa koper begitu.”tanya Layla heran.

”Oh ini. Aku pindahan dari luar kota begitu diterima disini. Jadi aku mau mencari apartemen yang murah.”

”Hah? Dari luar kota? Bagaimana kalau kau tinggal denganku saja?”tawar Layla sambil memegang tangan Dina. Dina tertegun mendengarnya.

”Tapi kita kan baru kenal. Dan orang tuamu tidak cemas?” Dina begitu khawatir dengan penawaran Layla. Layla tertawa.

”Tidak apa-apa, Dina. Aku tahu kau pasti orang yang baik buktinya kau langsung membantuku memungut kertas-kertas ini. Soal orang tuaku. Mereka sedang berada diluar negeri. Mereka juga memperbolehkanku membawa teman untuk tinggal bersamaku. Yang pastinya asal seorang perempuan.”jelas Layla. Dina masih tetap ragu.

”Ayolah, Dina. Tidak apa-apa kok! Mau kan?”bujuk Layla. Akhirnya Dina pun menyetujuinya. Mereka pun langsung menuju ke rumah Layla. Dina tercengang melihat rumah Layla yang begitu besar dan mewah.
”Wah… besar sekali rumahmu.”

Layla tersenyum mendengar pujian Dina.

”Iya. Memang besar. Tapi justru itu, aku selalu kesepian.”

Kemudian Layla memanggil pelayannya. Dan pelayan itu membawa koper Dina.

”Eh.. koperku?”

”Tenang saja, Dina. Kopermu akan dibawa ke kamarmu. Ayo kita ke kamarmu.”

Dina hanya mengangguk mengerti. Mereka pun telah sampai dikamar Dina. Ternyata benar, koper Dina sudah diletakkan disamping kasur. Dina tercengang melihat kamarnya.

”Kamar ini bagus sekali. Tetapi aku harus bayar berapa sewa kamarnya?”tanya Dina polos. Layla tertawa cekikikan mendengarnya.

”Kau tidak usah membayar apa pun. Kau boleh tinggal disini.”

”Tapi….” Dina masih segan menerimanya.

”Begini saja. Sebagai gantinya, kau jadilah sahabatku. Bagaimana?”

Dina tertawa kecil. Dia pun menyetujui usulan kecil Layla.

”Terima kasih.”ucap Dina. Layla langsung memeluk Dina.

*****

Hari belajar telah dimulai. Dina pun telah melewati hari itu dengan baik. Namun hanya satu yang membuatnya kecewa. Dia belum berhasil menemukan cinta pertamanya, Rava. Universitas ini begitu luas dan banyak mahasiswa sehingga dia sulit mencarinya. Bahkan dia tidak tahu Rava mengambil jurusan apa. Terpaksa dia pulang ke rumah.

Malam hari, Dina terus melamun memikirkan Rava. Tanpa disadarinya, Layla telah mengetok pintu kamarnya berkali-kali. Tidak disahutnya, Layla pun memanggilnya.

”Dina!”

Dina pun tersadar dari lamunannya.

”Oh. Layla. Masuklah.”

Layla pun masuk kedalam kamarnya. Dan mendekati Dina yang sedang duduk dikursi dan Layla berdiri disamping meja belajarnya.

”Kau sedang melamun siapa, Dina?”tanya Layla. Dina hanya tersenyum. Layla melihat foto Dina waktu SMA dengan berpenampilan yang buruk. Layla pun mengambil fotonya dan mengamatinya.

”Ini kau, Dina?”tanya Layla. Dina terkejut melihat fotonya dilihat Layla. Dia langsung menyambarnya dan langsung memasukkan ke lacinya.

”Eh. Kenapa kau malah memasukkan ke laci?”heran Layla.

”Ini fotoku yang paling buruk.”

”Oh iya? Tapi sekarang kau sudah jadi cantik.” Layla pun duduk dikasur. Dina memutarkan kursinya agar berhadapan dengan Layla.

”Itu aku lakukan karena aku tidak mau dilihat buruk olehnya.”

”Olehnya?”

Wajah Dina jadi merona.

”Hayo… ada apa itu? Siapa yang kau maksud?”tanya Layla mulai jahil.

”Dia… sahabatku sekaligus cinta pertamaku waktu SMA. Karena penampilanku yang buruk jadi aku tidak berani mengutarakan perasaanku.”

”Lalu?” Layla jadi penasaran dengan ceritanya.

”Sayangnya, waktu kelas 2 aku terpaksa pindah ke luar kota karena pekerjaan orang tuaku. Jadi aku berpisah dengannya.”

”Hm… kasihan sekali.”

”Tapi untunglah aku tahu kalau dia ingin kuliah di Universitas yang sama. Jadi rencanaku setelah aku diterima disana. Aku akan menemuinya dan dengan keberanianku aku akan mengungkapkan perasaanku.”

”Oh iya? Terus bagaimana? Kau sudah bertemu dia?” Layla mulai penasaran dengan cerita Dina. Namun Dina menggeleng.

”Tidak. Aku belum berhasil menemukannya.” Dina menunduk kecewa. Layla langsung menghiburnya.

”Tenang ya Dina. Aku yakin kau pasti akan menemukannya.”

”Terima kasih.”ucap Dina sambil tersenyum.

”Oh iya, Dina. Besok akan aku perkenalkan kau kepada kekasihku, Eza. Dia senior kita. Kau bisa tanya apa saja tentang jurusan ekonomi ke dia.”

”Benarkah?”

Layla mengangguk.

”Baiklah. Aku mau.”jawab Dina.

*****

Hari ini sepulang kuliah. Dia sudah berjanji kepada Layla akan bertemu kekasihnya di depan taman.

Dina terus menggosok-gosok tangannya. Rupanya angin masih cukup kuat.

Layla pun datang.

”Maaf lama ya, Dina. Tadi dia ada urusan dengan temannya. Tetapi nanti dia akan datang kesini.”

Tidak lama Eza pun datang.

”Maaf Layla. Aku lama datangnya. Kau pasti Dina?”tebak Eza sambil menunjuk Dina. Dina mengangguk.

”Hahaha. Maaf membuatmu lama menungguku. Semua ini karena temanku yang lamban itu. Sebentar lagi temanku datang kesini. Ah, itu dia!” Eza menunjuk temannya tepat dibelakang Dina. Dina pun menengok dan terkejut melihatnya.

”Rava.”lirihnya. Perasaan Dina jadi senang begitu menemukan Rava. Rava agak berbeda dengan waktu SMA. Rambut dulunya yang agak gondrong kini telah dipotong rapi dan dia sudah mulai berani menindikkan telinga sebelah dan memakai anting. Tetapi itu membuat wajahnya semakin tampan. Dan hati Dina makin berdegup kencang melihat ketampanan Rava. Rava menyapa mereka dan mendekatinya.

”Hai. Maaf aku telat.”ucap Rava sambil dipukuli bahunya oleh Eza.

”Kau ini lama sekali. Kasihan dia yang sedang menungguku.”ujar Eza sambil menunjukkan Dina.

”Dia?” Rava melihat Dina. Sesaat dia mengernyitkan dahinya.

”Rava. Ini aku, Dina! Sahabatmu dulu waktu SMA.”ucap Dina berusaha mengingatkan Rava. Rava langsung menyadarinya.

”Oh! Dina?! Benarkah itu kau? Kau terlihat berbeda!” Rava langsung memeluk Dina. Jantung Dina berdegup kencang karena dipeluk Rava. Sementara Layla dan Eza masih terbengong melihatnya.

“Dina! Aku kangen sekali denganmu. Banyak yang ingin aku ceritakan denganmu.”kata Rava setelah melepaskan pelukannya.

”Aku juga, Rava. Banyak yang ingin aku katakan kepadamu.” Dina begitu bahagia mendengarnya yang merindukan Dina.

”Eza. Dia ini sahabatku waktu SMA. Aku pernah menceritakan itu kepadamu kan?”

”Oh. Iya. Aku ingat itu.”

Eza dan Layla tersenyum mengerti suasananya yang sudah lama tidak bertemu.

Seorang gadis berlari ke arah Rava.

”Rava!”panggil gadis yang ada dibelakang Rava. Dina mengernyitkan dahinya. Dia merasa kenal dengan suara itu. Dia pun menyenderkan kepalanya untuk melihat rupa gadis itu.

”Rava! Tasmu ketinggalan nih.”kata gadis itu sambil menyerahkan tas ke Rava. ”Lia!?”panggil Dina yang tidak menyangka akan bertemu sahabat satunya lagi. Sahabatnya yang sering jadi tempat curhatan Dina bahkan saat dia sedang menyukai Rava pun juga dicurhatkan ke Lia. Tentu saja Lia pun tahu perasaan Dina ke Rava.

Lia terkejut melihat Dina.

”Dina?”panggilnya dengan ragu. Rautnya tidak menandakan dia gembira telah bertemu dengan sahabat lamanya sendiri. Lia makin salah tingkah saat bertemunya. Malah dia berusaha menutupkan wajahnya hingga membuat Dina heran.

“Oh, Lia. Dina. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Dulu ketika kau pindah, aku tidak sempat memberitahumu kalau aku sedang jatuh cinta dengan seorang gadis.”

Dina memandang Rava dengan bingung. Sementara Lia terus membelakangi Dina. Dina heran melihat tangan Rava yang terus menggenggam tangan Lia. Dia pun mendengarkannya dengan serius.

”Aku jatuh cinta dengan Lia. Sekarang kami sudah bertunangan.”lanjut Rava sambil menunjukkan cincin tunangannya di tangannya beserta tangan Lia yang digenggamnya.

”Apa?!”

Dina tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

”Kalian…. bertunangan?”tanya Dina lagi. Rava mengangguk dan Lia tidak menjawabnya.

”Oh… selamat ya.”ucap Dina terbata-bata sambil melirik Lia yang tidak memandanginya dan matanya mulai berkaca-kaca. Dia berusaha menahan kesedihannya agar tidak menangis dihadapan mereka.

”Maaf. Layla, Kak Eza. Aku pulang duluan. Aku ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan.”

”Kenapa kau begitu buru-buru, Dina? Kita kan belum ngobrol-ngobrol.”cegah Rava.

”Lain kali saja, ya Rava. Aku memang ada urusan penting.”ujar Dina berusaha menahan air matanya agar tidak keluar dari bola matanya.

”Mau aku temani?”ujar Layla.

Namun tawaran Layla ditolak halus. Dina pun pamit sekali lagi dan mulai pergi meninggalkan mereka yang bingung dengan sikap Dina.

Lia pun mulai memberanikan melihat Dina yang sudah jalan memunggunginya.

Tanpa mereka sadari, Dina pun meneteskan air matanya karena tidak bisa menahan rasa kekecewaannya. Dina pun jadi sedih dan terus berjalan.

”Ayo kita ke kafe aja yuk!”ajak Eza diikuti anggukan Layla dan Rava. Mereka pun berbalik pergi menuju ke kafe. Rava sempat menengok melihat Dina yang berjalan dengan lambat. Lalu dia menunduk tersenyum.

Dina pun menghentikan langkahnya dan berbalik. Lalu melihat rombongan Layla yang sedang jalan. Entah mengapa dunianya dengan Rava kini sudah berbeda. Dina memperhatikan punggung Rava sambil menangis. Lia menengok kebelakang dan tertegun melihat Dina yang sedang menangis menatapnya. Lia kembali membuang muka sambil memeluk punggung Rava dengan erat.

Dina jadi tambah sakit hati melihatnya. Dia tidak menyangka sahabatnya telah mengkhianatinya.

”Padahal aku belum menyatakan perasaanku padamu, Rava. Kenapa kau lakukan itu?”tanyanya dengan suaranya yang tidak keras. Dina sudah tidak bisa menahan lagi. Dia pun langsung berlutut tidak berdaya dan menangis tersedu-sedu.

Mengeluarkan semua rasa sakit hati dan kekecewaannya. Perjuangannya dalam merubah penampilannya selama 2 tahun dan perasaannya yang telah terpendam selama 3 tahun. Rencananya yang ingin mengungkapkan perasaannya setelah bertemu Rava kini telah sia-sia. Rupanya Rava tidak menyukainya, dia justru malah menyukai Lia dan sudah bertunangan. Dina terus menangis sampai dadanya sesak. Dia terus menangis. Menangisi usahanya selama 2 tahun ini yang telah gagal.

0 komentar:

Posting Komentar