Rabu, 02 Maret 2011

The Love For Happy Together Part.2

Dina masih terus menangis ditempatnya. Seorang pemuda datang menghampirinya sambil menyodorkan saputangan miliknya. Melihat itu, Dina mendongakkan kepalanya untuk melihat pemuda dengan jelas. Seorang pemuda tampan dengan jaket coklatnya. Pemuda itu berjongkok didepan Dina yang masih berlutut.

”Kau tidak apa-apa?”tanya pemuda itu sambil tersenyum.

Dina menggeleng pelan.

”Pakailah saputanganku ini.” Pemuda itu pun terus menyodorkan saputangannya.

Dina pun menerima saputangannya dan menghapus airmatanya yang membasahi pipinya.

”Terima kasih.”ucap Dina sambil berdiri. Pemuda itu pun ikut berdiri.

”Tapi saputanganmu…..”

”Kau pakai sajalah.”potong pemuda itu.

Dina pun tersenyum. Pemuda itu jadi terpesona melihat senyuman Dina yang begitu manis.

”Kalau begitu. Nanti aku akan kembalikan saputanganmu. Aku pergi dulu ya.”

Dina pun meninggalkan pemuda itu yang masih terpana dengan senyuman Dina tadi. Ponselnya pun berdering.

”Halo.”jawabnya.

”Vandi! Kau dimana? Kami sedang menunggumu dikafe.”ujar yang ternyata sepupunya, Layla.

”Iya. Aku akan segera kesana.”

Vandi mengakhiri percakapannya dan dia langsung menuju ke kafe.

Keempat orang itu sedang asyik bercanda dikafe. Dan Vandi langsung duduk bergabung.

”Vandi. Kau tadi dari mana saja? Kami sudah lama menunggumu.”omel Layla kepada sepupunya. Vandi tertawa cekikikan.

”Maaf ya. Tadi aku bertemu dengan seorang gadis.”

”Hah? Gadis?”heran Rava.

”Iya. Tadi dia sedang menangis. Karena kasihan, jadi aku memberikannya saputanganku.”

”Wah…. sejak kapan kau jadi peduli begitu? Biasanya cuek.”jahil Lia.

”Tentu saja tidak denganmu. Karena kau itu tunangannya.”balas Vandi. Mereka pun tertawa mendengarnya.

”Hahahaha…. Ngomong-ngomong, siapa gadis itu?”tanya Eza penasaran.

”Entahlah. Aku tidak tau namanya, karena aku belum mengenalnya.”

”Aih! Kau ini bagaimana sih? Kenapa tidak langsung berkenalan dengannya?”kata Layla sambil memukul kepala Vandi.

”Bukannya begitu. Masalahnya dia langsung pergi begitu aku memberikan saputanganku.” Vandi melindungi kepalanya agar Layla tidak memukulnya lagi.

”Lagi pula senyumannya. Baru kali ini aku melihat senyuman seorang gadis yang begitu manis dan indah seperti bidadari.”lanjut Vandi sambil menerawang memikirkan senyuman Dina.

Layla, Eza, Rava, dan Lia saling berpandangan mendengarnya.

”Vandi. Sepertinya kau sedang jatuh cinta ya?”tebak Rava yang membuyarkan lamunan Vandi. Vandi hanya tersenyum.

”Mungkin.”

Malam harinya, Dina terus melamun mengingat kejadian tadi siang. Sungguh tidak menyangka kalau Rava mencintai Lia. Bukan dirinya. Dina memandang foto yang menggambarkan dirinya bersama Rava dan Lia sejak SMA. Tanpa disadarinya, airmatanya kembali jatuh di atas foto itu. Dina pun kembali bersedih.

Layla yang ke kamar Dina terkejut mendapatinya sedang bersedih.

”Dina? Kau kenapa?”tanya Layla sambil mendekati Dina.

Melihatnya datang, Dina langsung menghapuskan airmatanya.

”aku tidak apa-apa, Layla.”

”Tapi kau menangis.”

Layla melihat foto yang dipegang Dina.

”Ini kan Rava dan Lia kan?”

Dina mengangguk.

”Oh iya, kalian kan bersahabat. Lalu apa yang membuatmu menangis?”tanya Layla lagi. Dina tidak menjawabnya.

”Dina. Ceritakanlah padaku. Kau kan sudah berjanji kalau kita adalah sahabat.”

”Sahabat?” Dina memandang Layla dengan serius. Layla mengangguk.

”Kalau aku cerita, apakah kau bisa kupercaya?”tanya Dina membuat Layla mengernyitkan dahinya.

Rava mengacak-acak seisi laci dikamarnya. Dia sedang mencari sebuah album. Dan dia pun menemukannya. Diambilnya album itu yang sudah berdebu. Dia meniupnya agar debu-debu itu hilang dari albumnya. Kemudian dia duduk disofa. Dengan perlahan, dia pun membuka album itu. Rava tersenyum melihat macam-macam fotonya bersama Dina waktu SMA.

”Dina begitu jelek penampilannya dulu. Tapi sekarang dia jadi cantik. Aku heran memangnya ada kejadian apa ya membuatnya berubah begitu? Tapi aku senang melihatnya apalagi senyumannya lebih indah dibanding yang dulu.”pikir Rava sambil mengelus foto itu.

“Cinta pertamamu itu adalah Rava dan Lia adalah sahabatmu?”heran Layla kaget. Dina mengangguk sambil menahan kesedihannya.

“Tapi mereka bertunangan.”

“Makanya itu. Aku sudah tidak tahu apa yang harus aku lakukan lagi. Semua usahaku telah sia-sia. Aku harus melupakannya. Aku tidak mungkin tega menghancurkan kebahagiaan mereka jika aku tetap egois untuk memilikinya.”ucap Dina.

Layla pun mendekati Dina dan membelai kepala sahabatnya.

”Aku mengerti. Kau yang sabar saja ya. Aku yakin kau pasti bisa melupakannya dan menemukan penggantinya yang lebih baik.”hiburnya.

”Terima kasih, Layla.” Dina kembali tersenyum merasa terhibur dengan perkataan Layla.

”Oh iya. Aku punya sepupu. Dia sudah datang kesini. Dia juga mahasiswa satu kampus dengan kita dan mengambil jurusan yang sama, ekonomi. Bagaimana kalau aku perkenalkan dia kepadamu?”tanya Layla dengan sifat cerianya. Dina tersenyum mendengarnya.

”Kau mau kan?”bujuk Layla. Dina hanya bisa mengiyakan. Lalu Layla memeluknya.

”Baik. Aku akan menghubunginya. Kapan dia bisa menemuimu. Soalnya dia orangnya suka sibuk.”

Kemudian Layla pun keluar dari kamarnya.

Ponsel milik Dina berdering. Segera dia mengambilnya. Dahinya mengernyit melihat nomor yang tidak dikenalnya. Segera dia mengangkatnya.

”Halo.”jawab Dina.

”Halo. Dina ya? Ini Rava.” Rupanya dari Rava. Hati Dina kembali berdebar mendengarnya.

”Oh. Rava. Aku kira siapa.”ujar Dina sambil berusaha menahan debaran hatinya.

”Uhm… Besok kau ada waktu? Aku ingin mengajakmu makan dan kita mengobrol-ngobrol. Karena kita kan sudah lama tidak berjumpa.”ajak Rava membuat Dina terdiam memikirkan tawarannya.

”Aku harus menerimanya atau tidak?”batin Dina yang rupanya bingung dengan tawarannya.

”Dina?”panggil Rava yang tidak mendengar suara Dina.

Dina pun menyadarkan dirinya dan menjawabnya dengan tersenyum.

”Baiklah. Besok aku bisa.”

”Oke. Besok kita ketemu dikafe setelah pulang dari kuliah.”

Dina pun mengiyakan sekaligus mengakhiri percakapannya.

Dina pun duduk ambruk dikasurnya. Hatinya berkecamuk memikirkannya.

”Apa yang harus aku lakukan?”tanya Dina kepada dirinya sendiri.

*****

Dina sedang duduk dikafe sementara Rava sedang mengambil pesanannya. Kemudian dibawanya pesanan itu ke meja Dina. Rava memberikan roti ke Dina dan Dina pun menerimanya.

”Dina, aku sungguh tidak mengira kalau dirimu ini adalah Dina yang dulu.”

Dina menghentikan aksi makannya. Dan dia menatap Rava.

”Kenapa kau bisa berpikir begitu?”

Rava tersenyum mendengar pertanyaan Dina.

”Dulu kau kan jelek. Sekarang kau berubah. Jadi cantik dan senyumanmu yang dulu kini semakin indah. Aku jadi menyukai dirimu seperti ini.”

Hati Dina berdebar mendengar pujian Rava. Dina langsung meminum jusnya agar wajahnya yang merona tidak terlihat oleh Rava.

”Rava, bagaimana kau bisa mencintai Lia?”tanya Dina.

Rava terdiam, tersenyum sambil menggarukkan kepalanya yang tidak gatal.

Lalu dia memohon kepada Dina dengan menyesal.

“Dina. Maafkan aku. Bukan maksudku menyakitimu.”

Dina jadi bingung melihat sikapnya.

”Aku jatuh cinta padanya sejak pertama kali aku bertemu dengannya. Kau pasti masih ingatkan waktu aku berkenalan denganmu?”

Dina mengangguk.

”Aku mendekatimu karena ingin kenal lebih dekat dengan dia.”

Dina terbelalak mendengarnya. Hati Dina jadi sedih.

”Tapi bukan maksudku memanfaatkanmu. Aku juga senang bersahabat denganmu. Berkatmu, aku jadi bisa kenal dekat dengan dia. Kau mengertikan? Kau tidak marah kan?”tanya Rava yang mulai khawatir melihat raut Dina yang begitu terkejut.

Dina menggeleng sambil tersenyum.

”Tidak apa-apa, Rava. Aku mengerti. Aku senang bisa dianggap jadi sahabat yang berguna bagi kalian.”jawabnya sambil menahan kesedihan. Dia tidak ingin menangis dihadapan Rava. Rava tersenyum lega. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Rava pun mengangkatnya.

”Halo, Lia? Iya? Oh… Baiklah. Sebentar lagi aku akan menjemputmu.”ucap Rava sambil menutup ponselnya.

”Maaf, Dina. Sepertinya kita tidak bisa mengobrol lebih lama lagi. Kau tidak apa-apa kan kalau aku tinggalkan kau sendiri?”tanya Rava.

”Tidak apa-apa, Rava. Kau pergilah menjemputnya. Nanti dia akan kelamaan menunggumu.”jawab Dina. Rava pun pergi meninggalkannya di kafe.

Dina kembali memakan rotinya. Dan air matanya pun terjatuh menyatu dengan rotinya. Kini Dina bisa mengeluarkan air matanya tanpa dihadapan Rava.

Vandi memasuki kafe dan memesan pesanannya. Dia melihat sekeliling ruangan di kafe itu dan dia melihat Dina yang sedang makan roti sambil menangis terdiam. Lalu Vandi membawa pesanannya ke meja Dina.

”Hai.”sapa Vandi membuat Dina sedikit terkejut melihat kedatangannya.

”Kau?”

Vandi tersenyum.

”Sepertinya setiap kali aku bertemu denganmu pasti kau sedang menangis.”ujar Vandi. Dina menunduk malu dan buru-buru menghapuskan air matanya.

”Oh iya. Ini saputanganmu. Aku tidak tahu kapan aku bisa menemukanmu dan mengembalikannya.”

Dina mengeluarkan saputangan milik Vandi dari tasnya lalu menyerahkannya. Namun Vandi menolaknya.

”Sepertinya hari ini bukan waktu yang tepat untuk mengembalikan saputanganku. Lebih baik kau pakai untuk menghapus air matamu. Nanti kalau kau sudah tidak bersedih lagi, barulah kau bisa mengembalikan saputanganku.”

Dina tertegun mendengarnya. Dengan sedikit terpaksa dia pun memasukkan kembali saputangan itu ke dalam tasnya. Dan kembali memakan rotinya sambil minum jusnya. Begitu juga Vandi.

”Oh iya, aku belum mengetahui namamu. Aku Vandi, panggil saja Vandi.”kata Vandi sambil mengulurkan tangannya.

Dina pun menyambutnya sambil tersenyum.

”Dina, Dina.”jawab Dina sambil berjabat tangan dengannya.

”Dina. Nama yang indah.”

Dina tersenyum mendengarnya.

Mereka pun kembali memakan roti.

”Oh iya, kalau aku boleh tahu. Kenapa kau menangis?”tanya Vandi.

Dina terdiam.

”Oh maaf. Kalau kau tidak mau cerita. Tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksakanmu.”ujar Vandi yang merasa bersalah dengan Dina.

Dina malah tertawa cekikikan. Membuat Vandi agak bingung melihatnya.

”Kenapa kau malah tertawa?”tanya Vandi.

”Kau ini sungguh lucu sekali. Aku bukannya tidak mau cerita denganmu tetapi memang aku sedang malas bercerita.”jawab Dina.

”Oh begitu. Aku pikir kenapa. Baiklah. Kalau kau memang sudah ingin bercerita. Jangan lupa panggil aku ya?” ucap Vandi sambil menunjukkan jari kelingkingnya.

Melihat itu, Dina tertawa dan menyatukan jari kelingkingnya ke jari Vandi yang diacungkan.

“Baiklah.” mereka pun berjanji dan mengobrol-ngobrol. Perkataan Vandi kadang membuat Dina tertawa seolah dia melupakan kesedihan yang tadi karena Rava.

Layla terus gelisah di depan rumahnya. Dia sudah berjanji akan memperkenalkan sepupunya kepada Dina. Namun Dina belum menampakkan batang hidungnya.

Tidak lama, akhirnya Dina pun datang. Layla langsung menghampirinya.

”Dina! Kau ini dari mana saja? Aku menunggumu.”tanya Layla dengan sedikit kesal. Dina pun langsung meminta maaf.

”Maaf, Layla. Tadi aku ada urusan dengan temanku.”

”Ah sudahlah, yang pasti sebentar lagi dia akan datang.”

Layla menarik Dina masuk ke dalam rumahnya. Namun langkahnya terhenti karena sebuah mobil berhenti didepan mereka. Dan seorang pemuda keluar dari mobilnya dan menghampiri Layla.

”Maaf Layla. Aku terlambat.”ucapnya menyesal.

Dina tertegun melihatnya.

”Lupakan saja itu. Dina, kenalkan dia ini sepupuku. Vandi.”

Vandi pun terkejut melihat Dina.

”Dina?”
Dina pun tidak kalah kagetnya.

”Vandi?”

Layla hanya terdiam bingung melihat keterkejutan mereka.

TO BE CONTINUED……………………………..

0 komentar:

Posting Komentar